OMBAK MENANTIKU
oleh: elsa aprilia
“Naya, besok ikut kakak ke pantai ya” ajak kak Reno.
Aku hanya diam. Aku benci pantai. Kakak tahu itu. Tetapi kenapa ia mengajakku.
“Kakak tahu kamu benci pantai sejak saat itu, tapi besok kamu harus ikut kakak”
kata kak Reno. “Tapi kak...” Belum sempat aku menjawab, ia sudah menutup pintu
kamarku.
Aku kembali diam. Kurebahkan tubuhku di kasur tempat
biasa aku beradu mimpi. Benci pantai
sejak saat itu. Kata-kata kak Reno mengiang di telingaku. Ya, sejak saat
itu. Saat di mana ombak menelan semangatku,
aku jadi membenci pantai. Lebih tepatnya membenci ombak.
Bunyi detak jam dinding menemaniku menyelami kembali
ingatan yang tak akan pernah hilang. Ingatan saat di mana seseorang yang
berarti bagiku menghilang oleh sapuan arus ombak yang diam-diam menghanyutkan
dirinya. Membawa tubuhnya entah kemana. Dan yang paling kejam adalah ombak tak
pernah mengembalikannya. Mengembalikan Irfan kepadaku.
Aku melirik meja kecil di sebelah tempat tidurku.
Sebuah kulit kerang tergeletak di
atasnya. Kulit kerang pemberian Irfan. Aku merentangkan tanganku untuk meraih
benda itu. Ku mencoba memutar ulang kata-kata Irfan saat ia memberikan benda
itu padaku.
Nay, kalau kamu mendekatkan
kulit kerang ini ke telinga dan menutup mata, kamu akan bisa mendengar suara
ombak. Lalu, kalau kamu yakin, saat kamu membuka mata kembali, kebahagiaan akan
ada di depanmu karna ombak itu mengajarkan kebahagiaan.
Aku menggenggam erat kulit kerang itu. “Kamu salah Irfan,
ombak hanya membawa duka bagiku.” kataku lirih.
Aku mendekatkan benda itu ke telinga dan kututup kedua bola mataku.
Sebuah suara keluar dari kulit kerang dan menembus gendang telingaku. Ya, seperti
suara ombak. Tetapi bukan itu yang ingin aku dengar. Aku ingin mendengar suara
Irfan, bukan suara yang merenggut dirinya. Bulir air mata jatuh membasahi
pipiku.
Kali ini aku mencoba membuktikan perkataannya waktu
itu. Perlahan kubuka mataku dan berharap kebahagiaan akan ada di depanku. Mataku
telah terbuka sempurna. Hamparan pasir putih dan bentangan laut biru tertangkap
oleh lensa mataku. Keningku berkerut. “Pantai?” tanyaku pada diri sendiri. Aku heran
mengapa aku bisa ada di sini. Tempat di mana ombak selalu mengejekku. Bukan ini
yang membuatku bahagia.
Bola mataku berkeliling memandangi tempatku berada. Lalu
sesosok bayangan seorang laki-laki tertangkap oleh pandanganku. Laki-laki itu
berjalan menuju tepi pantai dan berhenti tepat di tempat ombak tak menggulung
lagi. Tiba-tiba jantungku berdegub kencang. Aku tahu dia.
Tanpa sadar tubuhku beranjak cepat menuju sosok
laki-laki itu. Kuserukan namanya agar dia melihatku. Saat aku telah berada
disampingnya, dia tersenyum.
“Akhirnya kamu datang Naya. Aku sudah lama
menunggumu.” Kata Irfan masih dengan senyumnya. Aku bingung. “Itu kata-kataku. Di
mana kamu selama ini?” kataku kesal.
“Aku selalu di sini. Di tempat di mana ombak menari.
Aku selalu menunggumu, tetapi kau tak pernah datang sejak saat itu.” Aku hanya bisa diam. Mengapa harus di sini.
“Kamu pasti benci ombak, Nay. Jangan salahkan ombak,
karena sekarang aku telah bersatu dengannya. Apa kau tak mau melihatku?”
katanya. Aku menggeleng.
“Jadi, kamu berjanji akan menemuiku.” pinta irfan. Aku
mengangguk pelan. Irfan memelukku erat.
“Aku akan menunggumu di sini. Jadi cepatlah bangun.” Kata-kata Irfan membuatku kembali ke dunia nyata.
---
ikutan nulis juga yuk..lihat infonya di http://pustakainspirasiku.blogspot.com/2012/05/lomba-ff-mingguan-pustaka-inspirasi-ku.html
Salam Semangat Asa.. ^^
Salam Semangat Asa.. ^^
Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
ReplyDeletetetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D