“Aku dapat banyak hadiah” seruku.
Sikapku
ini mungkin kekanak-kanakan. Bagaimana tidak usiaku sudah menginjak dua puluh
tahun tetapi aku tak malu menyerukan kegembiraanku karena mendapat banyak kado.
Tak apa bagiku. Lagi pula ini hanya setahun sekali dan yang melihat sifatku ini
hanya Adit teman spesialku, bukan pacar. Belum.
“Oh
ya, aku belum ngasih kamu kado.” kata Adit.
“Hah,
apa iya?” tanyaku bingung.
“Wah
sepertinya kamu nggak butuh lagi kado dariku ya, sampai bisa lupa” jawabnya
dengan nada menggoda.
Aku
menggeleng lalu menadahkan tanganku untuk meminta kado dari Adit. Adit
memberiku sebuah kotak kecil terbungkus kertas merah.
“Kok
kecil.” kataku kecewa tetapi tetap membukannya.
Kotak
itu berisi botol kaca dengan cairan bening di dalamnya. Saat aku mengetahui itu
parfum sontak aku menengokkan kepala ke samping untuk mencium aroma tubuhku
sendiri.
“Kenapa
parfum? Kau mengejekku ya?” kataku sebal.
Adit
tersenyum. “Kamu belum mengerti? Coba cium aromanya lagi?”
Aku
menghirup lagi aroma parfum itu dan aku baru menyadari kalau aroma ini terikat
pada seseorang yang membuatku nyaman.
“Aku
ngasih parfum ini agar kamu selalu mengingatku.” kata Adit
“Ah,
kalau begitu aku tak perlu sering bertemu denganmu.” kataku.
Seketika
itu wajah Adit berubah pucat. Aku tersenyum puas.
