Wednesday, October 9, 2013

#FF - Bertahan untuk Sahabat



Cepat buka matamu, Na. Ada banyak hal yang ingin ku ceritakan.
Bau khas rumah sakit menelusup masuk ke dalam lubang hidungku yang kemudian mencari jalan menuju paru-paru. Aku mulai terbiasa dengan bau ini. Sudah hampir dua minggu aku ada di sini. Bukan karena aku pasien di sini, melainkan karena aku ingin menemani Nana. Ia akan marah jika menyadari bahwa dirinya hanya seorang diri di kamar ini.
Sudah sepuluh hari, Nana memejamkan mata tanpa sekalipun membuka bola matanya yang besar itu. Aku tak mengerti mengapa ia menjadi seperti ini. Nana gadis yang ceria dan kuat. Walau aku tahu ada sesuatu yang tak beres dengan tubuhnya, tetapi aku tak tahu kalau akan jadi seperti ini. Semuanya akan kacau jika dia tidak terbangun.
“Sa, kamu yakin dengan keputusanmu?” tanya laki-laki yang kini berdiri di sampingku.
“Mmm, ya. Aku sudah memikirkanya beberapa hari ini.” jawabku pasti.
“Tapi bukankah ini keinginanmu sejak lama?” tanyanya
“Raka, kamu salah. Ini keinginan kami berdua. Aku dan Nana.”
Raka mengangguk pelan. Aku tahu di kecewa atas keputusanku. Keputusan yang sangat sulit aku buat. Aku harus memilih antara pergi atau menemani Nana, sahabat baikku. Nana yang aku pilih. Dia membutuhkanku sekarang.
Sebenarnya dua hari lagi aku akan terbang ke Jepang untuk melanjutkan kuliah. Aku mendapatkan beasiswa di sana. Aku tak sendiri di Jepang nanti, Nana akan bersamaku. Kami mendapat beasiswa yang sama dan itu membuat kami sangat senang. Kami telah menyusun rencana matang sebelum pergi. Tetapi siapa yang akan menyangka akan terjadi hal seperti ini.
“Kau tak marah dengan keputusanku bukan?” tanyaku penasaran pada Raka.
Raka memandangku dan Nana bergantian.
“Aku tak marah, cuma sedikit kecewa karena kamu membuang kesempatan itu. Kesempatan mungkin tak datang dua kali.”
Aku terdiam saat mendengar kalimat terakhir dari Raka.  Kalimat itu baerhsil menggoyahkan keputusanku yang sudah kokoh. Kesesampatan mungkin tak akan datang dua kali. Apa yang harus aku lakukan? Nana, apa aku harus pergi?
Nana masih belum membuka mata. Wajahnya pucat tetapi terlihat tenang seperti tak peduli akan kebingunganku saat ini.
“Sepertinya, kamu harus mempertimbangkan keputusanmu itu. Waktumu masih dua hari” kata Raka.
Raka membujukku untuk menimbang lagi keputusan yang aku buat. Ia mengusap lembut rambutku dan kemudian berjalan menuju sofa di pojok ruangan. Ia seolah memberiku ruang untuk berpikir.
Aku memandangi Nana dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dia tetap belum bergerak. Jika aku mengambil kesempatan ini aku akan sendirian. Jika aku tak mengambil kesempatan ini aku akan kehilangan impianku untuk sementara. Tetapi aku tak akan sendiri. Ada Nana bersamaku. Sekarang aku yakin apa yang harus aku pilih.
“Ka, kamu benar. Kesempatan tak mungkin datang dua kali. Tetapi hal itu masih bisa dicari walaupun belum tentu kita mendapatkannya lagi dan ....” kata-kataku terhenti.
“Lalu keputusanmu?”
“Aku tetap tak akan pergi. Sahabat seperti Nana lebih sulit didapatkan daripada beasiswa itu. Bukan berarti aku sombong, tetapi aku yakin akan ada beasiswa yang lain untuk kami berdua.” Kataku dengan penuh keyakinan.
Raka kembali berdiri di sampingku. Ia tersenyum puas atas jawabanku. Aku menggenggam tangan Nana dan aku tersentak ketika mendapati jemari Nana bergerak dalam genggamanku.
---


Comments
1 Comments

1 comment:

terima kasih atas kunjungannya ^^
jangan lupa tinggalkan komentar ya..
Salam Semangat ASA